Text
Pemantauan Pemolisian & Hak Atas Berkeyakinan, Beragama, Dan Beribadah
Polri sebagai salah satu bagian aparat Negara kerap menjadi bagia dari ketiadaan koreksi dari sistem yang justru larut untuk melanggengkan impunitas dalam konteks ini. Mekanisme deteksi dini untuk melakukan pecegahan tidak menjadi prioritas insitusi negara yang relevan (termasuk polri) sehingga institusi ini selalu dihadapkan dalam fungsi penegakan hukum semata. Polri juga belum memiliki straregi komprehensif untuk kasus menangkal ' hate speeh' dan 'hate crimes'. Selain itu, Polri selalu dihadapkan dalam kondidi harus ' menyelamatkan' kelompok minoritas dan sangat lamban melakukan proses hukum kepada kelompok - kelompok kekerasan (vigilante). Dalih serupa juga sering dikemukakan oleh polisi - khususnya aparat di lapangan - untuk tidak menggunakan kewenangan untuk menggunakan instrumen kekuatan - yang dibutuhkan mendesak dan absah - akibat kekhawatiran melakukan pelanggaran HAM.
Pada bab - bab yang mendahului sebelumnya, dapat diketahui bahwa polisi masih belum memiliki kesepahaman dalam membangun sensitivitas jaminan perlindungan hak - hak atas berkeyakinan, beragama, dan beribadah. Meski dalam konteks kasus Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Manis Lor dan Kebayoran Lama, inisiatif polisi untuk mengintegrasikan unsur deteksi dini, penegakan hukum dan langkah - langkah lanjutan yang diambil dalam meredam gejolak penolakan atas sebuah aliran agama dan? atau kepercayaan patut diapresiasi; namun hal serupa tidak mampu diterapkan pada konteks kasus teror dan kekerasan yang dialami Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, maupun komunitas Kristiani di HKBP Ciketing dan GKI Yasmin.
Terdapat di gudang IndoArsip dengan nomor box 19121826
B001153 | 353.36 Lap | Perpustakaan Hukum Daniel S. Lev (PSHK) | Tersedia |
B003160 | 353.36 Lap | Perpustakaan Hukum Daniel S. Lev (PSHK) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain