Text
Diskualifikasi Petahana: Kajian Pelanggaran Penyalahgunaan Wewenang Kepala Daerah di Pilkada
Buku ini menjabarkan dua ayat pada pasal 71 Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Penulis membuat analisis hukum yang koheren atas penyalahgunaan kekuasaan oleh calon petahana yang kontraproduktif terhadap demokrasi.. Berdasarkan catatan Prof. Saldi Isra, Bawaslu merupakan salah satu entitas penyelenggara pemilu sebagaimana amanat Pasal 22E Ayat(5) UUD NRI 1945 yang menyatakan,"Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri". Dalam perkembangan hukum kepemiluan, frasa "oleh suatu komisi pemilihan umum" tidak dimaknai sebagai entitas tunggal penyelenggara Pemilu. Indonesia menghadirkan tiga lembaga, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tiga lembaga dengan kewenangan berbeda tersebut menjadi sesuatu yang unik dan khas dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk pemilihan Kepala Daerah di Indonesia. Konsep tri-tunggal ini hanya ada di Indonesia. Tujuannya agar proses demokrasi pergantian kekuasaan berjalan sehat sehingga menghadirkan pemimpin hasil pemilihan umum berkualitas. Walau konsep ini berisiko terjadi gesekan antarlembaga tersebut.
Buku ini memiliki niat baik dalam menghadirkan kompetisi yang fair bagi semua kontestan dengan cara mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan/atau kewenangan. Sejumlah bukti empirik memperlihatkan begitu mudahnya calon yang merupakan petahana memanfaatkan segala fasilitas dalam rentang kekuasaannya untuk memenangkan kontestasi pemilihan kepala daerah. Buku ini memberikan potret betapa tidak mudahnya mengawasi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan kepala daerah yang kembali mencalonkan kembali dalam kontestasi berikutnya.
B014622 | 324.6 Sir d | Tersedia | |
B014623 | 324.6 Sir d | Tersedia | |
B014711 | 324.6 Sir d | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain